Thursday, October 30, 2008

Ibu Kota Zaman Sekarang



Keras. Rasanya menjadi sangat banyak yang belum dan hendak dilakukan. Seperti ada yang kurang. Namun nampaknya banyak yang terasa lebih. Kenapa saat merasa lebih sesuatu terasa sangat sombong? Tapi rasanya menjadi bodoh kalau tidak mengetahui hal – hal yang nampaknya sudah sangat familiar di muka ibu kota ini.

Hunian di ibukota nampak semakin tidak jelas. Ketika melihat padatnya antrian busway (dan terminal atau halte – halte lainnya). Melihat dan mendengar kisruhnya banyak kendaraan yang sedang mengantri saling mendahului di lampu merah yang mungkin menghubungkan antara kantor, rumah dan tempat permainan secara langsung. Sehingga semua orang ingin mereka didahulukan karena merasa penting. Sedangkan di rumah masing – masing (yang sedang diguyur hujan daerahnya, atau memang malas berkendara) tersambung line telefon customer service taxi yang sedang sibuk. Mungkin karena banyaknya orang yang ingin sekali mendapat taxi saat itu juga karena berbagai macam alasan. Mungkin takut es di arena ice skating di Mal Taman Anggrek akan segera cair karena sungguh sangat mengerikan membanyangkan dampak global warming yang memang sudah mengancam muka bumi ini (special attention for Indonesia my lovely country). Pertanyaannya berepakah kepadatan di ibukota ini? Berapa persen yang gemar bekerja? Berapa persen yang gemar belajar? Berapa persen yang gemar bermain? Berapa irisan dari orang – orang gemar bermain dan belajar? Atau bekerka dan belajar? Atau bermain dan bekerja? Atau orang – orang yang bekerja di pagi hari, bermain di malam hari hingga pagi dating dan akhirnya esok hari absen di kantornya kosong lalu pada weekend belajar di PTS/PTN yang menyediakan kuliah eksekutif? Mungkin ada yang kurang. Karena disitu belum dicantumkan berapa orang yang sudah tak punya pendidikan dan dasar bahkan arti hidup. Maka kerjaannya hanyalah duduk di terminal, memantau siapa target operation berikutnya agar dirinya bsia makan kenyang atau beli rokok. Sungguh sangat mengerikan menggambarkan lika liku hidup jaman sekarang. Tidak bisa sekedar membanyangkan roda yang berputar atau permainan ular tangga yang kadang naik lalu turun dan naik lagi hingga akhirnya finish. Apa yang disebut finish di money talk era ini? Relakah anda memberikan banyak hal kepada orang tanpa menerima sebanyak – banyaknya?

No comments:

Post a Comment